Rabu, 04 Juni 2008

Nada dan Dakwah Kiai Haji Ma’ruf


CHAI WAN – Untuk kali ketiga, KH Ma’ruf Islamuddin sukses ”menghipnotis” muslimah asal Indonesia di Hong Kong. Ahad (19/11) lalu, ribuan muslimah tumplek blek di Hall Kasim Tuet Islamic College – Chai Wan untuk mendengarkan tausyiahnya. Kendati terbagi dalam dua sesi, namun sedikit pun tidak mengurangi semangat pengasuh Pondok Pesantren Walisongo Sragen ini. Kiai Ma’ruf menyemangati para muslimah agar selalu menjaga kerukunan, sesuai dengan tema halal bihalal gabungan seluruh organisasi Islam Hong Kong kali ini: merajut ukhuwah Islamiyah untuk mewujudkan umat yang uswatun khasanah.

Untuk membentuk kerukunan umat, Kiai Ma’ruf antara lain menyampaikan ihwal pentingnya memberi maaf kepada orang yang meminta dan berbuat kesalahan pada kita. Sebab, memberi maaf adalah salah satu jalan menuju pintu surga. Sedangkan, salah satu kunci untuk membuka pintu surga, yakni jangan marah. ”Tipe orang marah itu macam-macam,” tutur Pak Kiai, seraya membaginya ke dalam empat golongan.

Pertama, golongan orang yang gampang marah, tapi mudah sadar. Kedua, orang yang susah marah, susah pula lilih atau sadarnya. Ketiga, orang yang gampang marah, tapi susah sadar. Dan terakhir orang yang susah marah dan mudah sadar. ”Namun, yang terbaik adalah orang yang bisa menahan marahnya, yaitu orang yang sabar,” ujarnya.

Di bagian lain, Kiai Ma’ruf juga mengupas masalah tobat. Dikatakan, syarat bertobat hakikatnya mencakup beberapa hal: merasa menyesal, tidak mengulang lagi (kapok), diikuti berbuat baik sebanyak-banyaknya, dan membaca istighfar sebanyak-banyaknya. Di luar itu, tambah Pak Kiai, ada tobat yang tidak bisa ditebus hanya dengan membaca istighfar, tapi harus dengan amalan. ”Dosa-dosa besar seperti berzina, membunuh orang, durhaka kepada orang tua, tidak bisa diampuni Allah swt hanya dengan beristighfar. Dia juga harus melakukan amalan, yakni tidak mengulangi lagi perbuatannya,” kata Pak Kiai.

Salah satu ciri khas tausiyah Kiai Ma’ruf, memang terletak pada cara penyampaiannya yang santai, namun kerap mengundang tawa para jamaah. Misal, saat berkisah tentang pengalaman nabi, Kiai Ma’ruf menuturkannya dengan suaranya yang khas dan penjiwaan yang baik.

Dakwah dengan selingan nada-nada rohani juga menjadi ciri khas lain Kiai Ma’ruf. ”Jurus” ini dipilih, karena ternyata mampu membuat jamaah betah duduk berlama-lama untuk memetik pesan dan hikmah dari tausyiahnya. Namun, berbeda dengan kedatangannya ke Hong Kong beberapa waktu lalu, kali ini Kiai Ma’ruf tidak memboyong grup nasidnya. Ia mengaku lebih tertarik mengajak muslimah di Hong Kong sebagai pengiringnya. (WINKA)